Menikmati Novel : Menafsir Pandangan Pengarang Terhadap Kehidupan dan Menganalisis Isi dan Kebahasaan Novel

 MENIKMATI NOVEL


Novel merupakan karya prosa fiksi yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku.

Pada kesempatan ini penulis mencoba menghubungkan materi ini dengan pembelajaran tingkat SMA/MA/SMK/MK agar tidak terlalu menyimpang dari acuan sumber buku Pelajaran Bahasa Indonesia.

A. Menafsir Pandangan Pengarang Terhadap Kehidupan

Dalam setiap novel menceritakan kehidupan yang ada kaitannya dengan latar sosial budaya pengarangya. Salah satu novel yang akan dicontohkan adalah trilogi "Ronggeng Dukuh Paruk" Karya Ahmad Tohari. Dalam novel tersebut kalian akan menemukan nilai-nilai sosial budaya yang dialami oleh pengarang.

Menafsir pandangan pengarang dalam novel adalah menafsir apa saja yang terkandung dalam novel, dalam hal ini termasuk di dalamnya menafsir tentang pesan pengarang, kalimat konotasi, kaitan fakta dengan kehidupan yang ada dan menemukan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan oleh penulis.

Berikut Langkah-langkah menafsir pandangan pengarang:

1. membaca novel dengan seksama
2. menentukan nilai-nilai kehidupan seperti soasial budaya
3. menafsirkan pandangan pengarang terhadap nilai-nilai sosial budaya

Contoh :

Ahmad Tohari memberikan gambaran rinci tentang perihal lingkungan Dukuh Paruk yang gersang dan tertinggal. Gambaran kemiskinan dijabarkan dalam bahasa yang lugas dengan diksi yang pas, tanpa metafora yang berlebihan, teks-teks pada novel tidak Kehilangan keindahannya. Tradisi-tradisi yang dihadirkan dalam novel masih dalam tata cara pembaca akan menerimanya sebagai tatanan masyarakat yang mapan dan “wajar”. 

1. Menafsirkan Maksud Pengarang terhadap Kehidupan dalam Novel

Pengertian Menafsirkan pandangan pengarang terhadap kehidupan dalam novel dapat didefinisikan sebagai upaya menangkap maksud, mengartikan,  dan menjelaskan konsep yang dimiliki pengarang dalam menanggapi dan menerangkan masalah-masalah dalam kehidupan yang terdapat dalam novel.


Berikut Langkah-langkah Menangkap Maksud Pengarang terhadap Kehidupan dalam Novel :

1. Bacalah novel dengan seksama
2. Tentukan latar sosial budaya pada novel yang kalian baca

Contoh Pandangan Sosila Budaya Novel "Ronggeng Dukuh Paruk" Karya Ahmad Tohari :

Berkaitan dengan nilai sosial budaya dalam novel budaya desa dalam tata susila desa yang tertinggal dengan bahasa yang cabul memiliki tradisi yang cukup absurd. Kehadiran tokoh Srintil sebagai ronggeng membuat pedukuhan semakin marak, orang-orang semakin menikmati hidup dengan adanya Srintil yang sangat didewakan oleh warga namun membuat jiwanya sebagai perempuan terkungkung oleh tradisi. Tradisi adalah kultur yang sulit dan sulit, dan hidup berdampingan dengan masyarakat, namun disisi lain yang seolah menjadi momok yang bisa menghancurkan diri sendiri (dilihat dari ending cerita). Jika membaca sampai akhir, tentu yang disalahkan adalah budaya yang ada pada desa tersebut tentunya membuat para ronggeng tidak bisa mendapatkan esensi diri karena akan selalu terikat oleh kultur.

2. Menerangkan Maksud Pengarang terhadap Kahidupan dalam Novel

Dalam menerangkan maksud pengarang terhadap novel, kalian bisa membuat pertanyaan pertanyaan agar memudahkan dalam menguraikan latar sosial budaya novel.

Berikut yang kalian harus pahami ketika ingin menguraikan latas sosial budaya novel, yaitu harus
1. membuat pertanyaan terkait dengan novel yang akan diuraikan
2. jawab pertanyaan pertanyaan yang telah kalian buat

Contoh: Menerangkan Maksud Pengarang terhadap Kahidupan dalam Novel "Ronggeng Dukuh Paruk" Karya Ahmad Tohari.

Pertanyaan 
  1. Menceritakan tentang apa novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk?
  2. Berlatar tempat di manakah kehidupan dalam novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk?
Jawaban
  1. Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang menceritakan kehidupan seorang ronggeng yang bernama Srintil.
  2. Novel di berlatar tempat di Dukuh Paruk. Dukuh Paruk merupakan sebuah kampung daerah yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Dawuhan. Sedangkan, latar waktunya adalah sekitar tahun 1965-an.
Agar dapat memahami materi terkait kalin bisa mengunduh fail PDF Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk.

B. Menganalisis Isi dan Kebahasaan Novel

Novel merupakan karya prosa fiksi yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Novel memiliki dua unsur yang membangun berjalanan ceritanya, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

1. Unsur Interinsik

Unsur Intrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra yang berasal dari dalam karya itu sendiri. Pada novel unsur intrinsik itu berupa, tema, plot, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Berikut ulasan unsur-unsur intrinsik novel.

a. Tema

Stanton menjelaskan bahwa tema dapat juga disebut ide utama atau tujuan utama. Berdasarkan dasar cerita atau ide utama, pengarang akan mengembangkan cerita. Oleh karena itu, dalam suatu novel akan terdapat satu tema pokok dan sub-subtema. Pembaca harus mampu menentukan tema pokok dari suatu novel. Tema pokok adalah tema yang dapat memenuhi atau mencakup isi dari keseluruhan cerita. Tema pokok yang merupakan makna keseluruhan cerita tidak tersembunyi, namun terhalangi dengan cerita-cerita yang mendukung tema tersebut. Maka pembaca harus dapat mengidentifikasi dari setiap cerita dan mampu memisahkan antara tema pokok dan sub-subtema atau tema tambahan.

sedangkan tema menurut Nurgiyantoro (2009: 77) dapat digolongkan menjadi dua, tema tradisional dan nontradisional. Tema tradisional adalah tema yang biasa atau sudah diketahui secara umum oleh masyarakat. Tema ini banyak digunakan dalam berbagai cerita seperti, kebenaran dan keadilan mengalahkan kejahatan, kawan sejati adalah kawan di masa duku, atau setelah menderita orang baru mengingat Tuhan. Tema tradisional bersifat universal dan novel-novel serius sering menggunakan tema tradisional dalam menyajikan kisah-kisahnya. Tema selanjutnya adalah tema nontradisional. Tema nontradisional adalah lawan dari tema tradisional yang artinya tema yang tidak sesuai dengan harapan pembaca atau melawan arus. Pada dasarnya pembaca menggemari hal-hal yang baik, jujur, kesatria, atau sosok protagonis harus selalu menang, namun pada tema nontradisional tidak seperti itu.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa di dalam cerita. Tokoh memiliki sikap dan peran dalam membentuk cerita.

Menurut Siswardanti Penokohan dalam novel adalah unsur yang sama pentingnya dengan unsur-unsur yang lain. Sedangkan menurut Nurgiyantoro Penokohan adalah teknik bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh  Unsur penokohan mencakup pada tokoh, perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam cerita. Berikut ulasan tentang unsur-unsur penokohan.

1) Tokoh

Tokoh rekaan dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan tersebut didasarkan pada sudut pandang dan tinjauan seperti, tokoh utama, tokoh protagonis, tokoh berkembang, dan tokoh tipikal.

a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel. Tokoh yang paling banyak diceritakan, sering hadir dalam setiap kejadian, dan berhubungan erat dengan tokoh-tokoh lain. Tokoh utama kemungkinan ada lebih dari satu dalam sebuah novel. Kadar keutamaannya ditentukan dengan dominasi penceritaan dan perkembangan plot secara utuh. Sedangkan tokoh tambahan merupakan lawan dari tokoh utama. Tokoh tambahan lebih sedikit pemunculannya dalam cerita dan kehadirannya hanya ada permasalahan yang terkait tokoh utama (Nurgiyantoro, 2009: 177).

b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Berdasarkan fungsi penampilannya dalam cerita tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh protagonis dan antagonis. Altenberd dan Lewis (via Nurgiyantoro, 2009: 178) mengemukakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi dan sering dijadikan pahlawan yang taat dengan norma-norma, nilai-nilai sesuai dengan konvensi masyarakat.

Berbeda dengan Protagonis, tokoh antagonis merupakan tokoh yang menjadi lawan dari tokoh protagonis. Tokoh antagonis tidak banyak digemari karena banyak menganut nilai-nilai penyimpangan.

c) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu perwatakan tertentu, kepribadian yang tunggal, dan tidak memungkinkan terjadi perubahan pandangan tentang sifat yang yelah dianutnya. Tokoh sederhana mudah diidentifikasi oleh pembaca karena kedataran sifat dari tokoh tertentu ketika menghadapi permasalahan (Nurgiyantoro, 2009: 182).

d) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan pada tokoh-tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami perubahan watak walaupun menghadapi permasalahan-permasalahan dalam cerita (Altenberd dan Lewis, 1966: 58 via Nurgiyantoro, 2009: 188). Tokoh berkembang adalah tokoh yang memiliki perkembangan watak sesuai dengan peristiwa dan alur cerita yang mempengaruhi tokoh tersebut (Nurgiyantoro, 2009: 188).

e) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Berdasarkan pencerminan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang dicerminkan melalui status sosialnya seperti profesi, kebangsaan, dan sesuatu yang terkait dengan lembaga atau yang menggambarkan eksistensinya (Altenberd dan Lewis, 1966: 60 via Nurgiyantoro, 2009: 190). Tokoh netral adalah tokoh yang hadir dalam cerita tanpa ada unsur keterkaitan status yang ada pada seseorang di dunia nyata. Kehadirannya berupa pelaku murni imajinasi pengarang dan yang mempunyai cerita dalam novel (Nurgiyantoro, 2009: 191).


c. Plot/Alur

Plot merupakan hubungan antarperistiwa yang bersifat sebab akibat, tidak hanya jalinan peristiwa secara kronologis (Nurgiyantoro, 2009: 112). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2009: 113) juga berpendapat bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian yang di dalamnya terdapat hubungan sebab akibat. Suatu peristiwa disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot juga dapat berupa cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan mengambil sikap terhadap masalah yang dihadapi.

Pengembangan plot dalam cerita didasarkan pada peristiwa, konflik, dan klimaks. Tiga unsur penentu plot ini memiliki keterkaitan yang rapat.

Plot pada peristiwa adalah peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain. Peristiwa juga dapat dibagi menjadi tiga, yaitu peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan. Peristiwa fungsional adalah peristiwa yang menentukan atau mempengaruhi perkembangan plot. Keterjalinan peristiwa fungsional adalah inti cerita dari sebuah novel atau karya fiksi. Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi sebagai pengait peristiwa-peristiwa penting. Seperti perpindahan dari lingkungan satu ke lingkungan yang lain. Peristiwa yang terakhir adalah peristiwa acuan. Peristiwa acuan merupakan peristiwa yang berhubungan dengan kejelasan perwatakan atau suasana yang terjadi di batin seorang tokoh dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009: 116).

Plot berdasarkan Konflik, Plot Konflik menurut Wellek dan Warren (via Nurgiyantoro, 2009: 122) sesuatu yang dramatik dan mengarah pada pertarungan antara dua kekuatan serta menyiratkan aksi-aksi balasan. Konflik merupakan peristiwa, peristiwa-peristiwa berikut dapat konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi pada seorang tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya. Konflik eksternal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik fisik dan konflik sosial. Konflik fisik adalah konflik yang ditandai dengan adanya permasalahan seorang tokoh dengan lingkungan alam. Sedangkan konflik sosial adalah konflik yang muncul karena adanya permasalahan dengan tokoh lain atau permasalahan yang berkenaan dengan hubungan antarmanusia.

Unsur penentu plot yang terakhir adalah klimaks. Klimaks merupakan bagian dari konflik. Pertemuan konflik yang terjadi dalam cerita, apapun jenisnya ketika sampai pada titik puncak akan menyebabkan klimaks (Nurgiyantoro, 2009: 126).

Dalam plot terdapat kaidah yang harus dipenuhi, yaitu

Kaidah plot yang pertama adalah plausibilitas (kemasukakalan. Plausibilitas adalah sifat cerita yang disajikan dalam novel atau karya fiksi yang dapat dipercaya oleh pembaca. Sifat plausibilitas muncul jika hal-hal yang ada dalam cerita dapat diimajinasikan dan dipertanggungjawabkan. Plausibilitas dalam cerita bisa didapatkan dengan mengaitkan realitas di kehidupan nyata atau kreativitas imajinatif pengarang tetap dengan syarat, dapat dipertanggungjawabkan (Stanton, dalam Nurgiyantoro, 2009: 131).

Kedua Suspense (misteri) dalam plot merupakan unsur yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu pembaca terhadap novel atau karya fiksi. Ketika pembaca menikmatai kisah yang disajikan dan enggan berhenti, hal itu menandakan unsur suspense dalam karya fiksi tersebut terjaga dan selalu menarik keingintahuan pembacanya. Unsur suspense biasanya berada pada perasaan pembaca yang tidak mengetahui atau bimbang dalam menentukan kelanjutan cerita (Nurgiyantoro, 2009: 134).

Ketiga surprise (kejutan) dalam plot merupakan unsur yang berdampingan dengan suspense. Abrams (1981: 138 via Nurgiyantoro, 2009: 136) menyatakan bahwa surprise adalah unsur yang bersifat mengejutkan dan pada umumnya menyimpang atau bertentangan dengan harapan pembaca. Berdasarkan hal tersebut pembaca akan tetap setia dan menyelesaikan karya fiksi tersebut.

Keempat unity. Unity atau kesatupaduan/keutuhan kaidah pemplotan adalah aspek keterjalinan yang padu antara unsur-unsur yang disajikan, seperti peristiwa-peristiwa, konflik-konflik, dan seluruh pengalaman kehidupan yang harus memiliki keterkaitan satu sama lain

d. Latar/setting

Latar menurut Abrams adalah landasan atau tumpuan yang memiliki pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. sedangkan menurut Siswandarti (2009: 44) juga menegaskan bahwa latar adalah pelukisan tempat, waktu, dan situasi atau suasana terjadinya suatu peristiwa. Berdasarkan pengertian tersebut latar dapat disimpulkan sebagai pelukisan tempat, waktu, dan suasana pada suatu peristiwa yang ada di cerita fiksi.

Latar / setting dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat adalah suatu unsur latar yang mengarah pada lokasi dan menjelaskan dimana peristiwa itu terjadi.

2. Latar Waktu

Latar waktu merupakan unsur latar yang mengarah pada kapan terjadinya suatu peristiwa-peristiwa di dalam sebuah cerita fiksi (Nurgiyantoro: 2009: 230). Waktu dalam latar dapat berupa masa terjadinya peristiwa tersebut dikisahkan, waktu dalam hitungan detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, dan lain sebagainya. Memahami latar waktu harus dikaitkan dengan unsur latar yang lain, karena sudah menjadi syarat utama bagi karya fiksi memiliki sifat yang padu.

3. Latar Sosial

Menurut Nurgiyantoro Latar sosial adalah latar yang menjelaskan tata cara kehidupan sosial masyarakat yang eliputi masalah-masalah dan kebiasan-kebiasaan pada masyarakat tersebut. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, cara berpikir, dan lain sebagainya.

d. Sudut Pandang / Point Of view

Menurut Siswandarti (2009: 44) sudut pandang adalah posisi pengarang dalam cerita fiksi. Sedangkan Menurut Nurgiyantoro (2009: 246) sudut pandang adalah cara penyajian cerita, peristiwa-peristiwa, dan tindakan-tindakan pada karya fiksi berdasarkan posisi pengarang di dalam cerita. Sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sudut pandang persona ketiga: dia dan sudut pandang persona pertama: aku. Berikut penjelasan tentang sudut pandang tersebut.

1) Sudut Pandang Persona Ketiga: Dia

Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah penceritaan yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan menyebutkan nama-nama tokoh atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan mereka. Sudut pandang persona ketiga dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu “dia” mahatahu dan “dia” terbatas, “dia” sebagai pengamat. Berikut penjabaran tentang sudut pandang-sudut pandang tersebut.

a) “Dia” Mahatahu
Pada sudut pandang persona ketiga “dia” mahatahu pengarang menjadi narator dan dapat menceritakan hal apa saja yang menyangkut tokoh “dia”. Narator mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, sampai pada latar belakang tindakan tersebut dilakukan. Narator menguasai semua hal tentang tokoh-tokoh “dia” baik yang sudah berwujud tindakan maupun baru berupa pikiran (Abrams, 1981: 143 via Nurgiyantoro, 2009: 258).

b) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai pengamat
“Dia” terbatas merupakan sudut pandang yang menempatkan pengarang sebagai narator yang mengetahui apa yang dilihat, didengar, dipikir, dan dirasakan terbatas pada satu orang tokoh “dia” (Stanton, 1965: 26 via Nurgiyantoro, 2009: 259). Karena fokus dari pengarang hanya pada satu tokoh “dia”, maka selanjutnya pengarang akan menjadi pengamat bagi tokoh lain. Pengarang yang bertindak sebagai narator akan menceritakan apa yang bisa ditangkap oleh idera penglihat dan indera pendengar saja. Narator dalam cerita ketika menggunakan sudut pandang ini hanya akan menjadi perekam dari kegiatan-kegiatan tokoh-tokoh lain selain tokoh “dia” yang menjadi fokus perhatian.

2) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti “dia” pada sudut pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut pandang ini kemahatahuan pengarang terbatas. Pengarang sebagai “aku” hanya dapat mengetahui sebatas apa yang bisa dia lihat, dengar, dan rasakan berdasarkan rangsangan peristiwa maupun tokoh lain (Nurgiyantoro, 2009: 262).

a) “Aku” Tokoh Utama”

Dalam sudut pandang “aku” tokoh utama, pengarang bertindak sebagai pelaku utama dalam cerita serta praktis menjadi pusat kesadaran dan penceritaan. ”Aku” tokoh utama merupakan tokoh protagonis dan memiliki pengetahuan terbatas terhadap apa yang ada di luar dirinya (Nurgiyantoro, 2009: 263).

b) “Aku” Tokoh Tambahan

“Aku” tokoh tambahan merupakan sudut pandang yang menempatkan pengarang sebagai tokoh “aku” dalam cerita sebagai tokoh tambahan. Tokoh tambahan ini akan bercerita dan mendampingi tokoh utama menceritakan berbagai pengalamannya, setelah cerita tokoh utama selesai, tokoh tambahan kembali melanjutkan kisahnya (Nurgiyantoro, 2009: 264).

3) Sudut Pandang Campuran

Sudut pandang campuran adalah sudut pandang yang menggabungkan antara sudut pandang orang ketiga “dia” dan sudut pandang orang pertama “ aku”. Pengarang melakukan kreativitas dalam penceritaan dengan mencampurkan sudut pandang tersebut. Penggunaan sudut pandang ini tentu berdasarkan kebutuhan. Tidak semua penceritaan menggunakan sudut pandang ini, namun tergantung dengan efek yang diinginkan oleh pengarang saja (Nurgiyantoro, 2009: 267).

e. Gaya Bahasa

Pada novel juga terdapat cara pengucapan bahasa yang sering disebut gaya bahasa. Gaya bahasa (style) merupakan cara pengucapan pengarang dalam mengemukakan sesuatu terhadap pembaca (Ambrams, 1981: 190-1 via Nurgiyantoro, 2009: 276). Dalam stile juga terdapat beberapa unsur seperti, leksikal, struktur kalimat, retorika, dan penggunaan kohesi. Berikut penjabaran tentang unsur-unsur tersebut menurut Nurgiyantoro (2009: 290-309).

1) Leksikal

Unsur leksikal dapat disebut juga sebagai diksi atau pilihan kata. Pengarang akan menggunakan pilihan kata tertentu dalam mengisahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan efek keindahan melalui segi bentuk dan makna serta memberikan kepahaman kepada pembaca tentang isi cerita secara utuh, karena pada dasarnya karya fiksi merupakan dunia kata yang dapat ditafsirkan.

2) Struktur Kalimat

Struktur kalimat atau unsur gramatikal adalah sebuah gagasan yang diungkapkan pengarang melalui bentuk kalimat yang berbeda-beda struktur dan kosakatanya.Struktur kalimat tetap harus mengedepankan kebermaknaan tanpa menghilangkan sifat estetis yang ingin dicapai.

3) Retorika

Retorika merupakan suatu cara pengarang mengungkapkan cerita melaui pendayagunaan unsur-unsur retorika yang berupa pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan. Berikut penjelasan tentang unsur-unsur tersebut.

a) Pemajasan

Pemajasan adalah teknik pengungkapan bahasa atau penggayabahasaan yang tidak mengarah pada makna harfiah malainkan makna yang tersirat didalam kalimat-kalimat tersebut. Pemajasan yang merupakan bahasa kias sengaja diciptakan pengarang untuk ditafsirkan oleh pembaca terkait dengan peristiwa-peristiwa agar terkesan estetis serta mendukung suasana dan nada tertentu dalam cerita.

b) Penyiasatan Struktur

Penyiasatan struktur merupakan gaya pengarang dalam memadukan unsur retoris dan pemajasan yang bisa berbentuk pengulangan (pengulangan kata, frase, dan kalimat) maupun bentuk-bentuk yang lain seperti, repetisi, pararelisme, anaphora, polisindenton, asindenton, antithesis, alitrasi, klimaks, antiklimaks, dan pertanyaan retoris. Dari penyiasatan struktur yang seperti itu diharapkan novel memiliki nilai keindahan yang memanjakan pembaca menikmati isi cerita.

c) Pencitraan

Pencitraan dapat diartikan dengan penginderaan. Dalam karya fiksi akan terdapat perasaan indera pada tubuh ikut menerima rangsangan terhadap peritiwa-peristiwa yang diungkapkan. Pembaca akan dibawa kepada pengalaman melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan kinestetik secara imajinasi. Pembaca harus menghadirkan pengalaman penginderaan dalam menafsirkan tiap peristiwa agar tersampaikan makna yang dimaksudkan oleh pengarang.

d) Kohesi

Kohesi merupakan unsur penyiasatan struktur yang bersifat menghubungkan atau bertugas sebagai pengait antara kalimat satu dengan kalimat yang lain. Kohesi bisa berupa kata sambung dalam bentuk preposisi maupun konjungsi, dapat juga berupa kelompok kata seperti, oleh karena, akan tetapi, dan jadi.

F. Amanat

Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi yang mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan yang dihadirkan pengarang melalui tokoh-tokoh di dalamnya (Kenny, 1966: 89 via Nurgiyantoro, 2009: 321).

Amanat menurut Siswandarti (2009: 44) adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita, baik tersurat maupun tersirat. Berdasarkan pengertian tersebut Amanat merupakan pesan yang dibawa pengarang untuk dihadirkan melalui keterjalinan peristiwa di dalam cerita agar dapat dijadikan pemikiran maupun bahan perenungan oleh pembaca.

2. Unsur Eksterinsik

Selain unsur intrinsik, sebuah novel juga memiliki unsur ekstrinsik, Unsur ekstrinsik merupakan unsur-unsur pembentuk novel yang berada di luar novel atau karya sastra.

a. Latar Belakang Masyarakat

Latar belakang masyarakat saat novel yang ditulis oleh pengarang turut memengaruhi novel tersebut karena faktor-faktor yang ada dalam lingkungan masyarakat tempat pengarang hidup turut memengaruhi pemikiran pengarang dan, dengan demikian, turut memengaruhi karya-karyanya.

Berikut unsur eksterinsik latar belakang masyarakat:

a) Ideologi Suatu Negara

Ideologi negara tempat pengarang hidup turut memengaruhi novel yang ditulisnya karena dua hal. Pertama, bisa saja novel yang ditulis seorang pengarang selaras atau sesuai dengan ideologi negaranya karena ia yang menjalani dan menganut ideologi tersebut. Kedua, bisa saja novel yang ditulis oleh seorang pengarang tidak selaras atau berbeda dengan ideologi negaranya. Oleh karena itu, novel yang ditulis oleh pengarang tersebut mengandung kritik-kritik terhadap ideologi yang dianut negaranya, sesuai dengan ideologi yang dianut oleh pengarangnya.

b) Kondisi Politik Suatu Negara


Pengarang yang baik akan berhenti kritis terhadap kondisi politik negaranya. Oleh karena itu, novel yang ditulisnya akan menjadi sebuah tanggapan atau kritik terhadap kondisi politik yang terjadi di negaranya. Contoh novel Saman dan Larung karya Ayu Utami, kedua novel tersebut mengkritik kondisi politik Orde Baru yang otoriter dan represif.

c) Kondisi Ekonomi Negara


Kondisi ekonomi ini juga turut memengaruhi novel lahirnya. Sebuah novel bisa menggambarkan kondisi ekonomi sebuah negara pada suatu waktu dan lokasi tertentu, sesuai dengan cerita yang terkandung di dalamnya.

d) Kondisi Sosial Suatu Negara


Kondisi sosial ini biasanya tergambar dari situasi sosial yang melingkupi kehidupan tokoh utama dan tokoh-tokoh lainnya dalam sebuah novel. Oleh karena itu, dengan membaca sebuah novel, kita juga jadi bisa jadi tahu kondisi sosial suatu negara pada saat novel tersebut lahir.

b. Latar Belakang Pengarang

Latar belakang pengarang juga turut memengaruhi novel yang ditulisnya karena biasanya menggambarkan pandangan atau pemikiran penulis mengenai masalah-masalah yang ia ceritakan dalam novelnya. Dengan latar belakang pengarang, kita juga akan tahu kapan motivasi pengarang saat menulis novelnya.

Dalam Latar belakang pengarang ini mencakup beberapa faktor, yaitu:

1. Riwayat hidup pengarang


Riwayat hidup pengarang merupakan biografi pengarang secara keseluruhan. Dengan mengetahui riwayat hidup pengarang, kita bisa menganalisis faktor apa saja yang memengaruhi pandangan dan jalan pikir pengarang mengenai novel yang ia tulis berdasarkan pengalaman-pengalaman hidupnya.

2. Kondisi psikologis pengarang


Kondisi psikologis pengarang saat ia menulis novel juga turut memengaruhi cerita yang ia buat. Suasana hati pengarang saat menulis sebuah novel biasanya akan tergambar pula dalam novel yang ia tulis.

3. Aliran sastra pengarang


Aliran sastra ini akan memengaruhi bentuk dan gaya kepenulisan pengaran dalam novelnya. Oleh karena itu, bila kita mempelajari aliran sastra yang dianut pengarang, kita bisa lebih mudah memahami makna novel yang ditulisnya.

c. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Novel

Dalam sebuah karya sastra atau novel terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam novel, berikut nilai - nilai yang terkandung dalam novel :

1. Nilai Agama

Nilai-nilai dalam novel yang berkaitan dengan agama atau keyakinan

2. Nilai Sosial

Nilai sosial merupakan nilai yang bisa kita buat dan pahami dari interaksi tokoh utama novel dengan tokoh-tokoh lainnya, interaksi tokoh utama novel dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

3. Nilai Moral

Nilai-nilai yang terkandung dalam novel, yang berkaitan dengan akhlak, budaya, atau nilai baik dan buruk yang dapat diterima secara umum, mengenai sikap, perbuatan, kewajiban, dan lain sebagainya. Nilai moral dalam novel dapat bersifat baik maupun buruk.

4. Nilai Budaya

Nilai budaya merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kebiasaan, adat istiadat dan tradisi suatu masyarakat.

C. Merancang Novel 

Merancang novel adalah membuat gambaran mengenai sebuah cerita yang akan ditulis dalam bentuk novel.Dalam merancang sebuah novel, kalian harus memperhatikan aspek isi dan kebahasaan sebuah novel.

Dalam merncang novel sebaiknya harus memperhatikan isi, perhatikan sekema menrancang novel berikut :

1. Menentukan Tema

Sebaiknya dalam merancang novel terlebih dahulu harus menentukan tema, tema apa yang kalian akan angkat untuk menrancang novel, perhatikan bagan penentuan tema di bawah ini

Dari bagan di atas sebaiknya pilih salah satu tema yang akan dijadikan acuan merancang sebuah novel baik dengan tema politik, persahabatan, pendidikan, ataupun percintaan.

2. Menentukan tokoh dan penokohan 

Tulislah tokoh dan penokohanya seperti tokoh antagonis, protagonis, tritagonis. Perhatikan contoh bagan di bawah ini

3. Menentukan Alur

Tentukan alur yang akan kalian gunakan untuk merancang novel, perhatikan bagan berikut
4. Menetukan Latar Cerita

Tentukan sebuah latar cerita baik latar tempat, waktu, dan sosial yang akan kamu ceritakan


Demi Penjelasan mengenai Materi Menikati Novel Kelas XII Semester 6

Materi Lainnya

Referensi

Bahasa Indonesia : Buku siswa kelas 12/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.

Kosasih, E. 2014. Jenis-jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia  SMA/MA/ SMK. Jakarta: Yrama Widya.

Nurgiantoro Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Post a Comment

0 Comments